1.
Kesenian
Rampak Bedug dari Banten
Bedug
terdapat di hampir setiap masjid, sebagai alat atau media informasi datangnya
waktu shalat wajib 5 waktu. Kata “Rampak” mengandung arti “Serempak”. Jadi
“Rampak Bedug” adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa “banyak”
bedug dan ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak
didengar. Rampak bedug hanya terdapat di daerah Banten sebagai ciri khas seni
budaya Banten.
Rampak
bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari
Raya Idul Fitri, persis seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi karena
merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian penonton, maka
seni rampak bedug ini berubah menjadi suatu seni yang layak jual, sama dengan
seni-seni musik komersial lainnya. Walau para pencetus dan pemainnya lebih
didasari oleh motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan pencipta seni
memandang seni rampak bedug sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai.
Fungsi
Rampak bedug :
Nilai
Religi, yakni menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yang memang
dirancang para ulama pewaris Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan juga sebagai
pengiring Takbiran dan Marhabaan.
Nilai
rekreasi/hiburan.
Nilai
ekonomis, yakni suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah
biasa mengundang seniman rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka.
“Rampak
Bedug” dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau ngadulag. Bila
ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug” hanya bisa
dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug bukan hanya dimainkan di
bulan Ramadhan, tapi dimainkan juga secara profesional pada acara-acara hajatan
(hitanan, pernikahan) dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional.
Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan
(Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
Di
masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang
sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang
terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki).
Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun
fungsi masing-masing pemain adalah sebagai berikut pemain laki-laki sebagai
penabuh bedug dan sekaligus kendang sedangkan pemain perempuan sebagai penabuh
bedug, baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.
Busana
yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan Muslimah yang
disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki-laki
misalnya mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten,
tapi warna-warninya menggambarkan kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan
lain-lain (bukan hitam atau putih saja). Adapun pemain perempuan mengenakan
pakaian khas tari-tari tradisional, tapi bercorak kemoderenan dan relatif
religius. Misalnya menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan
warna dasar kuning dan di dalamnya mengenakan celana panjang warna merah jenis
celana panjang pesilat. Di Luarnya mengenakan kain merah tanpa dijahit yang
bisa dililitkan dan digunakakan untuk semacam tarian selendang. Bajunya tangan
panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan memakai ikat pinggang besar. Adapun
rambutnya mengenakan sejenis sanggul bungan yang terbuat dari rajutan benang
semacam penutup kepala bagian belakang.
Waditra
adalah seni atau kesenian dari budaya jawa. Waditra rampak bedug terdiri dari :
Bedug
besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu
bait sya’ir dari lagu.
Ting
tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama lagu
bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
Anting
Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambu dan dililiti kulit kendang
berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari.
Sejarah
Rampak Bedug
Tahun
1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di
Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah diadakan pertandingan antar kampung.
Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug.
Awalnya rampak bedug berdiri di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini
menyebar ke daerah-daerah sekitarnya hingga ke Kabupaten Serang.
Kemudian
antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni
rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai
hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu
: Haji Ilen, Burhata, Juju, dan Rahmat. Dengan demikian Haji Ilen beserta
ketiga bersahabat itulah yang dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak bedug.
Dari mereka berempat itulah seni rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun 2002
ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.
2.
Debus
Banten
Pertunjukan kemampuan
orang menahan siksaan jasmani seperti dipukuli dengan rotan, bergulingan diatas
hamparan tumbuhan berduri tajam, berjalan di atas bara, mengunyah kaca dan
lain-lain. masih banyak kita jumpai sebagai seni tradisional yang umum di
kampung- kampung. Yang satu ini, yakni permainan debus sungguh mengerikan.
Permainan ini terdapat di berbagai daerah seperti Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jawa Barat dan Banten. Dari semua itu yang paling terkenal
debus dari daerah Banten.
Debus sangat mungkin
berasal dari kata Arab dablus, yang berarti sejenis senjata penusuk berupa besi
runcing. Debus sebagai kata benda yang dimaksud disini juga berupa alat tusuk
dari besi panjang antara 50 - 60 cm yang ujungnya runcing, sedangkan pada
pangkal¬nya diberi tangkai kayu yang sangat besar. Tangkai itu bentuknya
silinder (garis tengahnya ± 20 cm), dihias dengan rantai besi dan berfungsi
sebagai tempat pemukul. Alat pemukulnya dari kayu yang disebut gada.
Ditinjau dari bentuk
permainannya, debus dapat digolongkan salah satu pertunjukan (upacara) syaman,
tetapi ditilik dari isi dan pelaksanaannya bertahan erat dengan keagamaan
(Islam). Tidak mustahil memang telah terjadi perpaduan diantara berbagai unsur
budaya tersebut. Ini mungkin juga merupakan jalan untuk menja¬wab pertanyaan
sejak kapan permainan debus ada di Indonesia. Bila jalan ini benar maka
unsur-unsur permainan debus sudah ada sejak masa prasejarah, sedangkan bentuk
seperti kita dapati sekarang ini berasal dari masa awal perkembangan Islam di
Indonesia.
Yang menonjol dalam
permainan ini adalah pertunjukan kekebalan orang terhadap berbagai senjata
tajam. Permainannya merupa¬kan permainan kelompok. Di kerajaan Banten dahulu,
yang terkenal sebagai penyebarluas agama dan budaya Islam, pertunjukan
kekebalan yang sangat digemari dan dibanggakan oleh masyarakat Banten ini
dimanfaatkan sebagai sarana untuk penyiaran agama Islam, seperti halnya
dilakukan oleh para Wah. Pada masa perlawanan terhadap penjajahan Belanda
kesenian ini digiatkan sebagai penegak disiplin dan memupuk keberanian rakyat.
Unsur-unsur
Permainan Debus
1.
Pemain, terdiri atas syeh atau pemimpin
permainan debus, para pezikir, pemain dan penabuh.
2.
Peralatan permainan terdiri atas debus
dengan gada nya, golok, pisau, bola lampu, kelapa, alat penggoreng dan
lain-lain.
3.
Alat musik untuk pingiring permainan
debus terdiri atas: gendang besar, gendang kecil, rebana dan kecrek.
Seorang pemain debus
harus kuat, tabah dan yakin kepada diri sendiri. Mereka harus taat menjalankan
kewajiban-kewajiban agama Islam, tahan lapar, tahan tidak tidur, tahan tidak
bergaul dengan isteri selama waktu yang ditentukan dan lain-lain persyaratan yang
untuk orang kebanyakan dirasakan berat.
Macam-macam
Kegiatan
Dalam pelaksanaan pertunjukkan debus terikat pada ketentuan-ketentuan sebagai seni pertunjukkan pada umumnya dan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi ada juga kegiatan-kegiatan atau pertunjukan-pertunjukan lainnya sebagai berikut.
Dalam pelaksanaan pertunjukkan debus terikat pada ketentuan-ketentuan sebagai seni pertunjukkan pada umumnya dan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi ada juga kegiatan-kegiatan atau pertunjukan-pertunjukan lainnya sebagai berikut.
1.
Pembukaan, sebelum acara resmi dimulai
maka beberapa lagu tradisional dimainkan sebagai lagu pembukaan atau
"gembung".
2.
Zikir.
3.
Beluh atau macapat, puji-pujian kepada
Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
4.
Pencak silat, dilakukan oleh satu atau
dua pemain, dengan atau tanpa menggunakan senjata tajam. Seorang pesilat harus
cepat, tepat, tajam penglihatan dan percaya diri.
5.
Permainan debus. Seorang pemain memegang
alat debus (kecil) dan ujungnya yang runcing ditempelkan ke perut. Seorang pema
in lain memegang kayu pemukul atau gada yang lalu dipukulkan kuat-kuat pada
tanggkai debus. Pukulan dilakukan berkali-kali dan ternyata tidak melukai.
Posisinya tidak hanya berdiri saja, atau pada perut saja tetapi juga dengan
merebahkan diri dan pada bagian-bagian tubuh yang lain. Debus yang besar
biasanya untuk main syeh atau ketua debus sendiri. Bila terjadi
"kecelakaan" atau pemain terluka, biasanya segera disembuhkan oleh
syeh.
6.
Mengupas buah kelapa dengan gigi dan
memecahnya dibenturkan pada kepala sendiri.
7.
Menggoreng telur dan kerupuk di atas
kepala.
8.
Mengerat atau menoreh tubuh. Dengan
senjata tajam (golok, pisau) perut, lengan, bahkan lidah ditoreh atau dipotong.
Atraksi ini tampak sangat mengerikan sehingga terkadang ada penonton tidak tahan
melihatnya.
9.
Main api. Dengan obor menyala seorang
pemain membakar tubuhnya, atau berjalan-jalan diatas bara tanpa luka bakar
sedikit pun.
10.
Makan kaca atau bola lampu listrik. Kaca
atau bola lampu di¬makan seperti krupuk.
11.
Memanjat tangga yang anak tangganya
tempat berpijak ada¬lah mata golok-golok tajam. Dalam keadaan biasa tapak
kakinya akan putus, tetapi sang pemain melakukan dengan tenang dan ternyata
tanpa cidera. Permainan ini sangat mencekam para penonton. Rasanya sungguh
tidak masuk akal.
12.
Dan lain-lain, sebenarnya masih banyak
lagi atraksi lain yang dapat dipertunjukkan. Menurut keyakinan para pemain,
semua atraksi tadi dapat dilaku¬kan bukan karena ia yang kuat, melainkan berkat
ridha dan lindung¬an Allah SWT semata-mata.
Seperti halnya seni
tradisional yang lain, debus pun semakin sedi¬kit penggunaannya, apalagi mereka
yang tertarik untuk jadi pemain guna pelestariannya. Alangkah sayangnya kalau
kepandaian yang langka ini punah. Ya, masih untunglah sekarang masih ada
beberapa perkumpulan yang bertahan, bahkan dapat main digelanggang yang lebih
luas seperti di Taman Ismail Marzuki Jakarta, tempat-tempat wisata dan bahkan
di luar negeri.
Kesenian ini sungguh
mencekam, bahkan mengerikan tetapi juga menarik perhatian, apalagi para turis
asing yang umumnya tidak percaya akan hal-hal di luar nalar (irrasional).
Layaknya bila kita ikut memikirkan upaya pelestariannya dengan membina
latihannya, orga¬nisasinya dan ikut
mengusahakan "pemasaran" pementasannya. Kerjasama
sebaik-baiknya antara masyarakat setempat dengan pihak Pemda, Depdikbud dan
Dep. Parpostel kiranya dapat memecahkan persoalan ini. Semoga.
3.
PERMAINAN
TRADISIONAL CONGKLAK JAWA BARAT
Congklak adalah
permainan rakyat yang sudah berkembang cukup lama di kawasan Melayu dengan
sebutan yang berbeda-beda. Di Malaysia dan beberapa daerah di Kepulauan Riau
dikenal dengan Congkak, di Filipina disebut sungka, di Srilangka
dikenal dengan cangka, di Thailand tungkayon dan di beberapa
daerah lain di Indoonesia seperti di Sulawesi disebutmokaotan, maggaleceng, aggalacang dan nogarata.
Ada juga yang menyebutnya congkak, seperti daerah-daerah yang ada di Pulau
Jawa.
Permainan
ini dilakukan oleh perempuan baik anak-anak maupun dewasa dan merupakan pengisi
waktu senggang. Pemain berjumlah 2 (dua) orang. Alat permainan terbuat dari
kayu berbentuk seperti perahu dengan ukuran panjang 80 cm, lebar 15 cm dan
tinggi 10 cm. Pada kedua ujungnya terdapat logak yaitu lubang yang
tidak tembus berbentuk seperti setengah bulatan bola, bergaris tengah 10 cm.
Kedua lubang itu disebut indung atau lubang induk. Antara kedua indung terdapat
dua deret lubang berukuran lebih kecil, kira-kira berdiameter 5 cm dan setiap
deret berjumlah 7 lubang. Alat tersebut dilengkapi dengan biji-bijian untuk
pengisi lubang-lubang congkak, biasanya berupa biji asem, sawo atau biji
tanjung. Di daerah pesisir biji-bijian itu diganti dengan kewuk atau
kulit kerang.
Cara
permainan congkak yaitu setiap lubang diisi tujuh butir sehingga seluruhnya
memerlukan 98 butir (dua deret x 7 lubang x 7 butir). Pada umunya bermain
congkak dilakukan sambil duduk bersimpuh di atas lantai saling berhadapan
dengan lawannya dan masing-masing menghadapi sederet lubang congkak. Tidak ada
ketentuan lubang mana yang pertama diambil, tetapi keduanya sama-sama meraup
biji-biji yang ada pada salah satu lubang pada deretan yang dihadapinya.
Selanjutnya diisikan pada setiap lubang masing-masing sebutir. Arah pengisian
seperti arah jarum jam yaitu dari kanan ke kiri, sehingga lubang induknya
terisi juga sebutir dan satu buah lubang menjadi kosong. Permainan dilanjutkan
untuk yang kedua kali. Kedua pemain meraup kembali biji-biji pada salah satu
lubang kecil, lalu diisikan pada lubang lainnya. Pengambilan biji kali ini
perlu seteliti mungkin karena lubang yang diisi tidak hanya miliknya, tetapi
juga milik lawan dan kemungkinan biji terakhir jatuh pada lubang kosong. Bila
ternyata demikian dalah seorang pemain kalah dan untuk sementara ditunda
permainannya. Tetapi bila keduanya sama-sama cerdik artinya tidak ada yang
mengisi lubang kosong, permainan dilanjutkan hingga salah seorang dinyatakan
kalah.
Pemain
yang lain melanjutkan permainan dan berusaha agar dapat mengisi lubang induk
sebanyak-banyaknya dan tidak mengisi lubang kosong. Biji milik lawan dapat
menjadi miliknya dengan cara nembak yaitu biji terkahir jatuh pada lubang yang
kosong dan secara kebetulan lubang di depannya penuh dengan biji, maka biji itu
dapat diambil dan mengisi lubang induknya. Dalam hal ini kejujuran pemain turut
menentukan, karena bisa saja berlaku curang dengan memasukkan dua biji
sekaligus dalam satu lubang, bila pengisian telah mendekati lubang kosong.
Permainan terus berlanjut dengan saling bergantian dan baru berakhir setelah
lubang salah seorang pemain kosong.
Bila
permainan akan dilanjutkan pada babak berikutnya, lubang-lubang kembali diisi.
Kemungkinan terjadi lubang salah seorang pemain ada yang kosong karena biji
miliknya terambil oleh lawan yang disebut pecong dan hal itu
merupakan kekalahan. Namun, bila pada deretnya masih terdapat biji-bijian
dinyatakan meunang papan dan dia akan menjadi pemain pertama pada
permainan berikutnya. Permainan congkak tidak mempunyai bats waktu, dapat
dilaksanakan berulangkali dan kapan saja.
Nilai
budaya yang dapat diambil dari permainan congkak yaitu ketelitian, kecerdasan
dan kejujuran. Ketelitian dituntut agar ketika memasukkan buah congkak tidak
salah, seperti salah memasukkan buah congkak ke lubang induk pemain lawan, atau
kesalahan-kesalahan lain. Kecerdasan dibutuhkan agar seorang pemain bisa
memenangkan permainan tersebut. Dan nilai kejujuran diharapkan agar
masing-masing pemain bersikap sportif, dan tidak menipu lawannya ketika lawan
tersebut dalam keadaan lengah.
4.
Permainan
Adang-Adangan
PERMAINAN
TRADISIONAL JAMBI
Permainan adang-adangan
dilakukan oleh anak laki-laki atau perempuan berusia 10 - 16 tahun, Jumlah
pemain minimal 6 orang. Tidak ada alat khusus dalam permainan ini, hanya yang
diperlukan tempat yang luas dan terbuka. Tempat ini diberi petak-petak sejumlah
delapan buah. Tiap petak berukuran lebih kurang tiga meter bujur sangkar.
Permainan ini biasanya dilakukan pada saat turun ke sawah atau ke ladang.
Sebelum permainan
dimulai, maka diadakan sut oleh ketua kelompok masing- masing. Kelompok yang
menang bertindak sebagai penerobos, sedangkan yang kalah bertindak sebagai
penjaga benteng.
Cara bermain,
pertama-tama masing-masing anggota penghadang menempati garis melintang pada
petak-petak tersebut, ketua kelompok menempati garis paling depan. Ketua
kelompok boleh berjalan atau berlari sampai ke belakang melewati garis vertikal
yang ada di tengah, sedangkan penghadang lainnya hanya dibenarkan pada garis
melintang yang sudah ditentukan.
Penerobos benteng
berusaha memasuki benteng dengan segala taklik dan kelihaian untuk memasuki
petak-petak tersebut, Jika penerobos berhasil melewati petak benteng tanpa
melanggar aturan mendapatkan nilai satu. Pemain melanggar aturan apabila:
1.
Menginjak garis permainan
2.
Berada di luar petak selelah yang
bersangkutan memasuki benteng.
3.
Bersinggungan dengan salah satu
penghadang.
Pemenang adalah
kelompok yang banyak mengumpulkan nilai. Sebagai hukuman bagi kelompok yang
kalah setiap anggota kelompok diharuskan menggendong setiap anggota yang
menang.
5.
Caru
Tawur Kesanga: Ritual Membakar Ogoh-ogoh
Caru Tawur
Kesanga merupakan ritual yang wajib dilaksanakan oleh umat Hindu sebelum
melaksanakan Brata Penyepian atau ibadah Nyepi. Caru Tawur
Kesanga ini merupakan ritual yang dipersembahkan oleh umat Hindu kepada
Bhuta Kala atau sifat jahat dalam diri manusia. Ritual ini termasuk
dalam Buta Yadnya atau upacara yang sengaja ditujukan kepada kala ataubuta,yaitu keinginan
atau dorongan negatif yang muncul dari dalam diri manusia. Dalam Tawur
Kesanga, para pemuda dan umat Hindu lainnya membuat Ogoh-ogoh, yang merupakan
representasi Bhuta Kala dalam bentuk raksasa yang kemudian akan diarak dan
dibakar di pura masing-masing.
Ada 6 dorongan negatif
dalam diri manusia, yaitu Kroda (amarah), Kama (nafsu), Mada (kemabukan),
Matsarya (Serakah, dendam, iri hati), Lobha (rakus dan tamak), dan Moha
(kebingungan). Bhuta Kala ini lalu dibuat dalam wujud seni patung yang
dinamakan Ogoh-ogoh.
Setelah Caru Tawur
Kesanga, keesokan harinya umat Hindu akan melaksanakan Brata Penyepian, yaitu
tidak melakukan hal-hal duniawi seperti berpergian, menyalakan api dan listrik,
dan lainnya selama satu hari penuh dari jam 6 pagi sampai jam 6 pagi keesokan
harinya. Brata Penyepian ini bertujuan untuk menyucikan diri kembali bagi umat
Hindu untuk menjadikan diri lebih baik lagi di Tahun Saka yang baru.
6.
Permainan
Alau Alau
PERMAINAN TRADISIONAL
RIAU
Permainan ini
dimainkan anak-anak laki-laki dan perempuan berusia 7 sampai 15 tahun oleh Suku
Sakai di pedalaman Pulau Rangsang desa Sokap Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten
Bengkalis. Permainan pong alau-alau adalah suatu permainan jenis hiburan di
kala malam hari dalam suasana riang gembira. Permainan ini diiringi dengan
nyanyian dengan syair:
"Pong alau alau
Ketipung nyaring-nyaring Buntal hawa sagu Ketipung belang”
Sekelompok anak-anak
duduk dalam susunan melingkar di lantai rumah dengan langan disusun dalam
keadaan tergenggam. Kemudian semuanya menyanyikan pOflg alau- alau dengan syair
seperti di atas. Setelah selesai satu lagu maka. genggaman tangan paling bawah
akan terbuka dan ditelungkupkan di lantai sementara yang lain masih terganggam
dan tersusun di atasnya. Seterusnya nyanyian di alas dinyanyikan kembali sampai
seluruh tangan tertelungkup di lantai.
Selelah semua tangan
dalam keadaan tertelungkup, seorang pemain bertugas tukang korek, la mengorek
dengan telunjuk ke tengah-tengah susunan tangan-tangan kawannya sambil
mengucapkan "korek-korek tai ayam Bila tangan terbawah merasa telah sampai
ke lantai lalu menjawab ''sampai", kalau belum dia jawab "belum"
sambil mengorek dengan telunjuk, ia mengait-ngaitkan tangannya ke tangan teman,
bila ada yang tak tahan hingga membuat pihak lawan ketawa maka yang ketawa
langsung digelitik si pengorek sambil mereka ketawa riuh rendah bergembira.
Maka permainan diulang kembali hingga mereka merasa puas dalam permainan itu.
7.
Permainan
Balogo
PERMAINAN TRADISIONAL
KALIMANTAN SELATAN
Balogo merupakan salah
satu nama jenis permainan tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan.
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak sampai dengan remaja dan umumnya hanya
dimainkan kaum pria. Permainan ini menggunakan alat logo. Logo terbuat
dari bahan tempurung kelapadengan ukuran garis tengah sekitar 5-7 cm dan tebal
antara 1-2 cm dan kebanyakan dibuat berlapis dua yang
direkatkan dengan bahan aspal atau dempul supaya berat dan kuat. Bentuk
alat logo ini bermacam-macam, ada yang berbentuk bidawang (bulus),
biuku (penyu), segitiga, bentuk layang-layang, daun dan bundar. Dalam
permainnannya harus dibantu dengan sebuah alat yang
disebut panapak atau kadang-kadang beberapa daerah ada yang
menyebutnya dengan campa ,yakni stik atau alat pemukul yang
panjangnya sekitar 40 cm dengan lebar 2 cm. Fungsi panapak atau campa ini
adalah untuk mendorong logo agar bisa meluncur dan merobohkan logo pihak lawan
yang dipasang saat bermain. Permainan balogo ini bisa dilakukan satu lawan satu
atau secara beregu. Jika dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yang
“naik” (yang melakukan permainan) harus sama dengan jumlah pemain yang
“pasang” Jumlah pemain beregu minimal 2 orang dan maksimal 5 orang. Dengan
demikian jumlah logo yang dimainkan sebanyak jumlah pemain yang disepakati
dalam permainan. Cara memasang logo ini adalah didirikan berderet ke belakang
pada garis-garis melintang. Karenanya inti dari permainan balogo ini
adalah keterampilan memainkan logo agar bisa merobohkan logo lawan yang
dipasang. Regu yang paling banyak dapat merobohkan logo lawan, mereka itulah
pemenangnya. Nilai yang terkandung dalam permainan ini adalah keterampilan,
kerja keras, kerja sama, dan sportivitas. Nilai keterampilan tercermin dari
pemasangan logo yang memerlukan keahlian khusus. Nilai kerja keras tercermin
dari usaha para pemain untuk merobohkan logo lawan. Kemudian, nilai kerja sama
tercermin tidak hanya di pemasangan logo, tetapi tercermin dalam perobohan logo
lawan. Dan, nilai sportivitas tercermin dari kerelaan pemain yang kalah untuk
di elus-elus janggutnya oleh pemenang karena aturannya seperti itu.
Sumber :
- Direktorat Permuseuman. 1998. Permainan Tradisional Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman. http://melayuonline.com/ind
Kesimpulan
Pendapat dan Saran:
Budaya
Pertunjukan dan permainan tradisional di indonesia sangat bermacam-macam dan
sangat kental di setiap daerah dan bahka menjadi icon sdi setiap daerah.
Kesimpulnya yang bisa kita ambil adalah Indonesia memiliki banyak sekali
pertunjukan dan permainan tradisional yang familiar maupun yang belom familiar
dengan kita. Ini menunjukan bagaimana Indonesia akan kaya dengan budaya
termasuk alat musiknya.
Kita
boleh bangga dengan Indonesia karena pertunjukan tradisional kita sangat di
cari oleh wisatawan asing maupun domestic saat berkunjung ke Indonesia dan ke daerah yang ada di Indonesia. Mereka wisatawan asing akan membawa
dokumentasinya ke negaranya dan memperlihatkan ke kerabat atau saudaranya
bagaimana keindahan pertunjukan tradisional Indonesia dan menjadi nilai plus
bagi Negara kita karena akan menarik minat untuk dating ke Indonesia.
Begitu
juga dengan permainan tradisionalnya yang sangat bermacam-macam dan sebagian
sudah mendunia. Saran saya adalah semoga kita bisa menjaga kelestarian budaya
kita dan kita bisa membangkakan saat kita keluar negeri saat liburan atau
sekolah. Kalau bukan kita sebagai rakyat Indonesia lalu siapa lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar