Jumat, 19 Juni 2015

BUDAYA PERTUNJUKAN dan PERMAINAN TRADISIONAL INDONESIA

1.     Kesenian Rampak Bedug dari Banten
Bedug terdapat di hampir setiap masjid, sebagai alat atau media informasi datangnya waktu shalat wajib 5 waktu. Kata “Rampak” mengandung arti “Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa “banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar. Rampak bedug hanya terdapat di daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya Banten.

Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, persis seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi karena merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian penonton, maka seni rampak bedug ini berubah menjadi suatu seni yang layak jual, sama dengan seni-seni musik komersial lainnya. Walau para pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan pencipta seni memandang seni rampak bedug sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai.
Fungsi Rampak bedug :
Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yang memang dirancang para ulama pewaris Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan juga sebagai pengiring Takbiran dan Marhabaan.
 Nilai rekreasi/hiburan.
Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa mengundang seniman rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka.


“Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug” hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tapi dimainkan juga secara profesional pada acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain adalah sebagai berikut pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang sedangkan pemain perempuan sebagai penabuh bedug, baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.
Busana yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan Muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki-laki misalnya mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten, tapi warna-warninya menggambarkan kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan lain-lain (bukan hitam atau putih saja). Adapun pemain perempuan mengenakan pakaian khas tari-tari tradisional, tapi bercorak kemoderenan dan relatif religius. Misalnya menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan warna dasar kuning dan di dalamnya mengenakan celana panjang warna merah jenis celana panjang pesilat. Di Luarnya mengenakan kain merah tanpa dijahit yang bisa dililitkan dan digunakakan untuk semacam tarian selendang. Bajunya tangan panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan memakai ikat pinggang besar. Adapun rambutnya mengenakan sejenis sanggul bungan yang terbuat dari rajutan benang semacam penutup kepala bagian belakang.
Waditra adalah seni atau kesenian dari budaya jawa. Waditra rampak bedug terdiri dari :
Bedug besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait sya’ir dari lagu.
Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama lagu bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
Anting Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambu dan dililiti kulit kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari.
Sejarah Rampak Bedug
Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Awalnya rampak bedug berdiri di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya hingga ke Kabupaten Serang.
Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : Haji Ilen, Burhata, Juju, dan Rahmat. Dengan demikian Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak bedug. Dari mereka berempat itulah seni rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.
2.     Debus Banten
Pertunjukan kemampuan orang menahan siksaan jasmani seperti dipukuli dengan rotan, bergulingan diatas hamparan tumbuhan berduri tajam, berjalan di atas bara, mengunyah kaca dan lain-lain. masih banyak kita jumpai sebagai seni tradisional yang umum di kampung- kampung. Yang satu ini, yakni permainan debus sungguh mengerikan. Permainan ini terdapat di berbagai daerah seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Banten. Dari semua itu yang paling terkenal debus dari daerah Banten.
Debus sangat mungkin berasal dari kata Arab dablus, yang berarti sejenis senjata penusuk berupa besi runcing. Debus sebagai kata benda yang dimaksud disini juga berupa alat tusuk dari besi panjang antara 50 - 60 cm yang ujungnya runcing, sedangkan pada pangkal¬nya diberi tangkai kayu yang sangat besar. Tangkai itu bentuknya silinder (garis tengahnya ± 20 cm), dihias dengan rantai besi dan berfungsi sebagai tempat pemukul. Alat pemukulnya dari kayu yang disebut gada.
Ditinjau dari bentuk permainannya, debus dapat digolongkan salah satu pertunjukan (upacara) syaman, tetapi ditilik dari isi dan pelaksanaannya bertahan erat dengan keagamaan (Islam). Tidak mustahil memang telah terjadi perpaduan diantara berbagai unsur budaya tersebut. Ini mungkin juga merupakan jalan untuk menja¬wab pertanyaan sejak kapan permainan debus ada di Indonesia. Bila jalan ini benar maka unsur-unsur permainan debus sudah ada sejak masa prasejarah, sedangkan bentuk seperti kita dapati sekarang ini berasal dari masa awal perkembangan Islam di Indonesia.
Yang menonjol dalam permainan ini adalah pertunjukan kekebalan orang terhadap berbagai senjata tajam. Permainannya merupa¬kan permainan kelompok. Di kerajaan Banten dahulu, yang terkenal sebagai penyebarluas agama dan budaya Islam, pertunjukan kekebalan yang sangat digemari dan dibanggakan oleh masyarakat Banten ini dimanfaatkan sebagai sarana untuk penyiaran agama Islam, seperti halnya dilakukan oleh para Wah. Pada masa perlawanan terhadap penjajahan Belanda kesenian ini digiatkan sebagai penegak disiplin dan memupuk keberanian rakyat.
Unsur-unsur Permainan Debus
1.      Pemain, terdiri atas syeh atau pemimpin permainan debus, para pezikir, pemain dan penabuh.
2.      Peralatan permainan terdiri atas debus dengan gada nya, golok, pisau, bola lampu, kelapa, alat penggoreng dan lain-lain.
3.      Alat musik untuk pingiring permainan debus terdiri atas: gendang besar, gendang kecil, rebana dan kecrek.
Seorang pemain debus harus kuat, tabah dan yakin kepada diri sendiri. Mereka harus taat menjalankan kewajiban-kewajiban agama Islam, tahan lapar, tahan tidak tidur, tahan tidak bergaul dengan isteri selama waktu yang ditentukan dan lain-lain persyaratan yang untuk orang kebanyakan dirasakan berat.
Macam-macam Kegiatan
Dalam pelaksanaan pertunjukkan debus terikat pada ketentuan-ketentuan sebagai seni pertunjukkan pada umumnya dan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi ada juga kegiatan-kegiatan atau pertunjukan-pertunjukan lainnya sebagai berikut.
1.      Pembukaan, sebelum acara resmi dimulai maka beberapa lagu tradisional dimainkan sebagai lagu pembukaan atau "gembung".
2.      Zikir.
3.      Beluh atau macapat, puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
4.      Pencak silat, dilakukan oleh satu atau dua pemain, dengan atau tanpa menggunakan senjata tajam. Seorang pesilat harus cepat, tepat, tajam penglihatan dan percaya diri.
5.      Permainan debus. Seorang pemain memegang alat debus (kecil) dan ujungnya yang runcing ditempelkan ke perut. Seorang pema in lain memegang kayu pemukul atau gada yang lalu dipukulkan kuat-kuat pada tanggkai debus. Pukulan dilakukan berkali-kali dan ternyata tidak melukai. Posisinya tidak hanya berdiri saja, atau pada perut saja tetapi juga dengan merebahkan diri dan pada bagian-bagian tubuh yang lain. Debus yang besar biasanya untuk main syeh atau ketua debus sendiri. Bila terjadi "kecelakaan" atau pemain terluka, biasanya segera disembuhkan oleh syeh.
6.      Mengupas buah kelapa dengan gigi dan memecahnya dibenturkan pada kepala sendiri.
7.      Menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala.
8.      Mengerat atau menoreh tubuh. Dengan senjata tajam (golok, pisau) perut, lengan, bahkan lidah ditoreh atau dipotong. Atraksi ini tampak sangat mengerikan sehingga terkadang ada penonton tidak tahan melihatnya.
9.      Main api. Dengan obor menyala seorang pemain membakar tubuhnya, atau berjalan-jalan diatas bara tanpa luka bakar sedikit pun.
10.  Makan kaca atau bola lampu listrik. Kaca atau bola lampu di¬makan seperti krupuk.
11.  Memanjat tangga yang anak tangganya tempat berpijak ada¬lah mata golok-golok tajam. Dalam keadaan biasa tapak kakinya akan putus, tetapi sang pemain melakukan dengan tenang dan ternyata tanpa cidera. Permainan ini sangat mencekam para penonton. Rasanya sungguh tidak masuk akal.
12.  Dan lain-lain, sebenarnya masih banyak lagi atraksi lain yang dapat dipertunjukkan. Menurut keyakinan para pemain, semua atraksi tadi dapat dilaku¬kan bukan karena ia yang kuat, melainkan berkat ridha dan lindung¬an Allah SWT semata-mata.
Seperti halnya seni tradisional yang lain, debus pun semakin sedi¬kit penggunaannya, apalagi mereka yang tertarik untuk jadi pemain guna pelestariannya. Alangkah sayangnya kalau kepandaian yang langka ini punah. Ya, masih untunglah sekarang masih ada beberapa perkumpulan yang bertahan, bahkan dapat main digelanggang yang lebih luas seperti di Taman Ismail Marzuki Jakarta, tempat-tempat wisata dan bahkan di luar negeri.
Kesenian ini sungguh mencekam, bahkan mengerikan tetapi juga menarik perhatian, apalagi para turis asing yang umumnya tidak percaya akan hal-hal di luar nalar (irrasional). Layaknya bila kita ikut memikirkan upaya pelestariannya dengan membina latihannya, orga¬nisasinya dan ikut mengusahakan "pemasaran" pementasannya. Kerjasama sebaik-baiknya antara masyarakat setempat dengan pihak Pemda, Depdikbud dan Dep. Parpostel kiranya dapat memecahkan persoalan ini. Semoga.

3.     PERMAINAN TRADISIONAL CONGKLAK JAWA BARAT
Congklak adalah permainan rakyat yang sudah berkembang cukup lama di kawasan Melayu dengan sebutan yang berbeda-beda. Di Malaysia dan beberapa daerah di Kepulauan Riau dikenal dengan Congkak, di Filipina disebut sungka, di Srilangka dikenal dengan cangka, di Thailand tungkayon dan di beberapa daerah lain di Indoonesia seperti di Sulawesi disebutmokaotan, maggaleceng, aggalacang dan nogarata. Ada juga yang menyebutnya congkak, seperti daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa.
Permainan ini dilakukan oleh perempuan baik anak-anak maupun dewasa dan merupakan pengisi waktu senggang. Pemain berjumlah 2 (dua) orang. Alat permainan terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu dengan ukuran panjang 80 cm, lebar 15 cm dan tinggi 10 cm. Pada kedua ujungnya terdapat logak yaitu lubang yang tidak tembus berbentuk seperti setengah bulatan bola, bergaris tengah 10 cm. Kedua lubang itu disebut indung atau lubang induk. Antara kedua indung terdapat dua deret lubang berukuran lebih kecil, kira-kira berdiameter 5 cm dan setiap deret berjumlah 7 lubang. Alat tersebut dilengkapi dengan biji-bijian untuk pengisi lubang-lubang congkak, biasanya berupa biji asem, sawo atau biji tanjung. Di daerah pesisir biji-bijian itu diganti dengan kewuk atau kulit kerang.
Cara permainan congkak yaitu setiap lubang diisi tujuh butir sehingga seluruhnya memerlukan 98 butir (dua deret x 7 lubang x 7 butir). Pada umunya bermain congkak dilakukan sambil duduk bersimpuh di atas lantai saling berhadapan dengan lawannya dan masing-masing menghadapi sederet lubang congkak. Tidak ada ketentuan lubang mana yang pertama diambil, tetapi keduanya sama-sama meraup biji-biji yang ada pada salah satu lubang pada deretan yang dihadapinya. Selanjutnya diisikan pada setiap lubang masing-masing sebutir. Arah pengisian seperti arah jarum jam yaitu dari kanan ke kiri, sehingga lubang induknya terisi juga sebutir dan satu buah lubang menjadi kosong. Permainan dilanjutkan untuk yang kedua kali. Kedua pemain meraup kembali biji-biji pada salah satu lubang kecil, lalu diisikan pada lubang lainnya. Pengambilan biji kali ini perlu seteliti mungkin karena lubang yang diisi tidak hanya miliknya, tetapi juga milik lawan dan kemungkinan biji terakhir jatuh pada lubang kosong. Bila ternyata demikian dalah seorang pemain kalah dan untuk sementara ditunda permainannya. Tetapi bila keduanya sama-sama cerdik artinya tidak ada yang mengisi lubang kosong, permainan dilanjutkan hingga salah seorang dinyatakan kalah.
Pemain yang lain melanjutkan permainan dan berusaha agar dapat mengisi lubang induk sebanyak-banyaknya dan tidak mengisi lubang kosong. Biji milik lawan dapat menjadi miliknya dengan cara nembak yaitu biji terkahir jatuh pada lubang yang kosong dan secara kebetulan lubang di depannya penuh dengan biji, maka biji itu dapat diambil dan mengisi lubang induknya. Dalam hal ini kejujuran pemain turut menentukan, karena bisa saja berlaku curang dengan memasukkan dua biji sekaligus dalam satu lubang, bila pengisian telah mendekati lubang kosong. Permainan terus berlanjut dengan saling bergantian dan baru berakhir setelah lubang salah seorang pemain kosong.
Bila permainan akan dilanjutkan pada babak berikutnya, lubang-lubang kembali diisi. Kemungkinan terjadi lubang salah seorang pemain ada yang kosong karena biji miliknya terambil oleh lawan yang disebut pecong dan hal itu merupakan kekalahan. Namun, bila pada deretnya masih terdapat biji-bijian dinyatakan meunang papan dan dia akan menjadi pemain pertama pada permainan berikutnya. Permainan congkak tidak mempunyai bats waktu, dapat dilaksanakan berulangkali dan kapan saja.
Nilai budaya yang dapat diambil dari permainan congkak yaitu ketelitian, kecerdasan dan kejujuran. Ketelitian dituntut agar ketika memasukkan buah congkak tidak salah, seperti salah memasukkan buah congkak ke lubang induk pemain lawan, atau kesalahan-kesalahan lain. Kecerdasan dibutuhkan agar seorang pemain bisa memenangkan permainan tersebut. Dan nilai kejujuran diharapkan agar masing-masing pemain bersikap sportif, dan tidak menipu lawannya ketika lawan tersebut dalam keadaan lengah.
4.     Permainan Adang-Adangan
PERMAINAN TRADISIONAL JAMBI
Permainan adang-adangan dilakukan oleh anak laki-laki atau perempuan berusia 10 - 16 tahun, Jumlah pemain minimal 6 orang. Tidak ada alat khusus dalam permainan ini, hanya yang diperlukan tempat yang luas dan terbuka. Tempat ini diberi petak-petak sejumlah delapan buah. Tiap petak berukuran lebih kurang tiga meter bujur sangkar. Permainan ini biasanya dilakukan pada saat turun ke sawah atau ke ladang.
Sebelum permainan dimulai, maka diadakan sut oleh ketua kelompok masing- masing. Kelompok yang menang bertindak sebagai penerobos, sedangkan yang kalah bertindak sebagai penjaga benteng.
Cara bermain, pertama-tama masing-masing anggota penghadang menempati garis melintang pada petak-petak tersebut, ketua kelompok menempati garis paling depan. Ketua kelompok boleh berjalan atau berlari sampai ke belakang melewati garis vertikal yang ada di tengah, sedangkan penghadang lainnya hanya dibenarkan pada garis melintang yang sudah ditentukan.
Penerobos benteng berusaha memasuki benteng dengan segala taklik dan kelihaian untuk memasuki petak-petak tersebut, Jika penerobos berhasil melewati petak benteng tanpa melanggar aturan mendapatkan nilai satu. Pemain melanggar aturan apabila:
1.      Menginjak garis permainan
2.      Berada di luar petak selelah yang bersangkutan memasuki benteng.
3.      Bersinggungan dengan salah satu penghadang.
Pemenang adalah kelompok yang banyak mengumpulkan nilai. Sebagai hukuman bagi kelompok yang kalah setiap anggota kelompok diharuskan menggendong setiap anggota yang menang.

5.     Caru Tawur Kesanga: Ritual Membakar Ogoh-ogoh
Caru Tawur Kesanga merupakan ritual yang wajib dilaksanakan oleh umat Hindu sebelum melaksanakan Brata Penyepian atau ibadah Nyepi. Caru Tawur Kesanga ini merupakan ritual yang dipersembahkan oleh umat Hindu kepada Bhuta Kala atau sifat jahat dalam diri manusia. Ritual ini termasuk dalam Buta Yadnya atau upacara yang sengaja ditujukan kepada kala ataubuta,yaitu keinginan atau dorongan negatif yang muncul dari dalam diri manusia. Dalam Tawur Kesanga, para pemuda dan umat Hindu lainnya membuat Ogoh-ogoh, yang merupakan representasi Bhuta Kala dalam bentuk raksasa yang kemudian akan diarak dan dibakar di pura masing-masing.
Ada 6 dorongan negatif dalam diri manusia, yaitu Kroda (amarah), Kama (nafsu), Mada (kemabukan), Matsarya (Serakah, dendam, iri hati), Lobha (rakus dan tamak), dan Moha (kebingungan). Bhuta Kala ini lalu dibuat dalam wujud seni patung yang dinamakan Ogoh-ogoh. 
Setelah Caru Tawur Kesanga, keesokan harinya umat Hindu akan melaksanakan Brata Penyepian, yaitu tidak melakukan hal-hal duniawi seperti berpergian, menyalakan api dan listrik, dan lainnya selama satu hari penuh dari jam 6 pagi sampai jam 6 pagi keesokan harinya. Brata Penyepian ini bertujuan untuk menyucikan diri kembali bagi umat Hindu untuk menjadikan diri lebih baik lagi di Tahun Saka yang baru.
6.     Permainan Alau Alau
PERMAINAN TRADISIONAL RIAU
 Permainan ini dimainkan anak-anak laki-laki dan perempuan berusia 7 sampai 15 tahun oleh Suku Sakai di pedalaman Pulau Rangsang desa Sokap Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis. Permainan pong alau-alau adalah suatu permainan jenis hiburan di kala malam hari dalam suasana riang gembira. Permainan ini diiringi dengan nyanyian dengan syair:
"Pong alau alau Ketipung nyaring-nyaring Buntal hawa sagu Ketipung belang”
Sekelompok anak-anak duduk dalam susunan melingkar di lantai rumah dengan langan disusun dalam keadaan tergenggam. Kemudian semuanya menyanyikan pOflg alau- alau dengan syair seperti di atas. Setelah selesai satu lagu maka. genggaman tangan paling bawah akan terbuka dan ditelungkupkan di lantai sementara yang lain masih terganggam dan tersusun di atasnya. Seterusnya nyanyian di alas dinyanyikan kembali sampai seluruh tangan tertelungkup di lantai.
Selelah semua tangan dalam keadaan tertelungkup, seorang pemain bertugas tukang korek, la mengorek dengan telunjuk ke tengah-tengah susunan tangan-tangan kawannya sambil mengucapkan "korek-korek tai ayam Bila tangan terbawah merasa telah sampai ke lantai lalu menjawab ''sampai", kalau belum dia jawab "belum" sambil mengorek dengan telunjuk, ia mengait-ngaitkan tangannya ke tangan teman, bila ada yang tak tahan hingga membuat pihak lawan ketawa maka yang ketawa langsung digelitik si pengorek sambil mereka ketawa riuh rendah bergembira. Maka permainan diulang kembali hingga mereka merasa puas dalam permainan itu.

7.     Permainan Balogo
PERMAINAN TRADISIONAL KALIMANTAN SELATAN
Balogo merupakan salah satu nama jenis permainan tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak sampai dengan remaja dan umumnya hanya dimainkan kaum pria. Permainan ini menggunakan alat logo. Logo terbuat dari bahan tempurung kelapadengan ukuran garis tengah sekitar 5-7 cm dan tebal antara 1-2 cm dan kebanyakan dibuat berlapis dua yang direkatkan dengan bahan aspal atau dempul supaya berat dan kuat. Bentuk alat logo ini bermacam-macam, ada yang berbentuk bidawang (bulus), biuku (penyu), segitiga, bentuk layang-layang, daun dan bundar. Dalam permainnannya harus dibantu dengan sebuah alat yang disebut panapak atau kadang-kadang beberapa daerah ada yang menyebutnya dengan campa ,yakni stik atau alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 cm dengan lebar 2 cm. Fungsi panapak atau campa ini adalah untuk mendorong logo agar bisa meluncur dan merobohkan logo pihak lawan yang dipasang saat bermain. Permainan balogo ini bisa dilakukan satu lawan satu atau secara beregu. Jika dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yang “naik” (yang melakukan permainan) harus sama dengan jumlah pemain yang “pasang” Jumlah pemain beregu minimal 2 orang dan maksimal 5 orang. Dengan demikian jumlah logo yang dimainkan sebanyak jumlah pemain yang disepakati dalam permainan. Cara memasang logo ini adalah didirikan berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Karenanya inti dari permainan balogo ini adalah keterampilan memainkan logo agar bisa merobohkan logo lawan yang dipasang. Regu yang paling banyak dapat merobohkan logo lawan, mereka itulah pemenangnya. Nilai yang terkandung dalam permainan ini adalah keterampilan, kerja keras, kerja sama, dan sportivitas. Nilai keterampilan tercermin dari pemasangan logo yang memerlukan keahlian khusus. Nilai kerja keras tercermin dari usaha para pemain untuk merobohkan logo lawan. Kemudian, nilai kerja sama tercermin tidak hanya di pemasangan logo, tetapi tercermin dalam perobohan logo lawan. Dan, nilai sportivitas tercermin dari kerelaan pemain yang kalah untuk di elus-elus janggutnya oleh pemenang karena aturannya seperti itu.

  
Sumber :

-          Direktorat Permuseuman. 1998. Permainan Tradisional Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman. http://melayuonline.com/ind




Kesimpulan Pendapat dan Saran:
Budaya Pertunjukan dan permainan tradisional di indonesia sangat bermacam-macam dan sangat kental di setiap daerah dan bahka menjadi icon sdi setiap daerah. Kesimpulnya yang bisa kita ambil adalah Indonesia memiliki banyak sekali pertunjukan dan permainan tradisional yang familiar maupun yang belom familiar dengan kita. Ini menunjukan bagaimana Indonesia akan kaya dengan budaya termasuk alat musiknya.
Kita boleh bangga dengan Indonesia karena pertunjukan tradisional kita sangat di cari oleh wisatawan asing maupun domestic saat berkunjung ke Indonesia dan  ke daerah yang ada di Indonesia.  Mereka wisatawan asing akan membawa dokumentasinya ke negaranya dan memperlihatkan ke kerabat atau saudaranya bagaimana keindahan pertunjukan tradisional Indonesia dan menjadi nilai plus bagi Negara kita karena akan menarik minat untuk dating ke Indonesia.
Begitu juga dengan permainan tradisionalnya yang sangat bermacam-macam dan sebagian sudah mendunia. Saran saya adalah semoga kita bisa menjaga kelestarian budaya kita dan kita bisa membangkakan saat kita keluar negeri saat liburan atau sekolah. Kalau bukan kita sebagai rakyat Indonesia lalu siapa lagi







Tidak ada komentar:

Posting Komentar